Dengan semakin menjamurnya pertumbuhan properti syariah di berbagai daerah, maka semestinya juga semakin menumbuhkan berbagai pertanyaan kritis terhadapnya. Apakah properti syariah itu? Apakah properti yang memakai dana Bank Syariah? Apabedanya dengan properti konvensional? Apa kelebihannya? Dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi penting karena semua orang pebisnis (developer) properti bisa saja mengatasnamakan bisnis propertinya berskema syariah, padahal sebenarnya belum memenuhi kriteria syariah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga menjadi penting dijawab karena tuntutan masyarakat yang semakin sadar terhadap kriteria (akad) yang benar-benar sesuai dengan syariah Islam. Bahkan, implikasinya yang tidak kalah pentingnya adalah kerugian finansial yang diderita konsumen atas kebijakan yang hanya menguntungkan developer ataupun bank bila memakai KPR konvensional.
Ketentuan syariah yang dilanggar oleh pebisnis properti konvesional umumnya terletak pada akad transaksinya. Oleh karena itu, harus diteliti dengan cermat apakah akad (pasal per pasal) yang diterapkan melanggar syariah ataukah tidak, sekalipun mereka mengklaim bisnis propertinya sudah berskema syariah. Belum tentu. Anda harus memeriksanya.
Setidak-tidaknya Anda harus memeriksa: apakah akad transaksinya masih memberlakukan bunga, denda, sita, dan akad batil lainya (akad ganda, kepemilikan belum sempurna, dana suransi), ataukah tidak. Memang, promosi bisnis properti 100% syariah pada umumnya menggunakan tagline:
“Tanpa Bunga, Tanpa Denda, Tanpa Sita dan Tanpa Akad Batil Lainnya.”
Dengan harapan, akan menjadi lebih mudah bagi masyarakat untuk mengetahui karakteristiknya, yang membedakan dengan skema non-syariah.
TANPA BUNGA
Bila Anda mengambil KPR dan dikenai bunga dalam membayar cicilannya, berarti akad jualbelinya tidak sesuai dengan syariah. Harga jual properti tidak bisa diketahui secara pasti. Nilai cicilannya berubah-ubah tergantung besar-kecilnya bunga yang diberlakukan. Secara finansial tentu merugikan konsumen. Lagi pula, akad jualbeli yang tidak diketahui harganya tentu saja melanggar ketentuan syariah.
Terlebih-lebih, bunga bank termasuk kategori riba, karena “Manfaat/tambahan yang ditarik dari hutang adalah salah satu dari riba.” (HR. Baihaqi).
Adapun dosa riba termasuk dosa besar. Pelakunya kekal di neraka (QS. 2: 275).
“Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan (dosanya) adalah seperti berzina dengan ibunya sendiri”. (HR. Hakim dan Baihaqi).
Oleh karena itu, akad jual beli KPR 100% syariah harus bebas dari unsur bunga. Betapa pun kecilnya, bunga tidak boleh ada. Sehingga, KPR 100% Syariah harus TANPA BUNGA.
TANPA DENDA
Dalam KPR Konvensional pada umumnya terdapat ketentuan denda bila konsumen telat membayar cicilannya. Nilainya sekitar 0,5% per hari. Jika cicilannya Rp 5 juta/bulan, maka nilai dendanya Rp 25 ritu/hari atau Rp 750 ribu/bulan. Cukup lumayan besarnya.
Akan tetapi, uang denda ternyata termasuk salah satu riba pula. Imam ath-Thabari berkata: “Riba Jahiliyah adalah seseorang membeli sesuatu sampai tempo tertentu yang disepakati. Jika telah jatuh tempo dan ia belum memiliki uang untuk membayarnya, maka ia menambah (pembayarannya) dan mengakhirkan jatuh temponya.” Sehingga, nilai dosa denda termasuk dosa besar lantaran termasuk riba. KPR 100% Syariah harus TANPA DENDA.
TANPA SITA
Dalam KPR Konvensional, pihak bank senantiasa menahan sertifikat rumah sebagai AGUNAN-nya. Hal ini tidak syar’ie, sebagaimana Imam Syafi’i berpendapat: “Kalau penjual-pembeli mensyaratkan agar barang yang dibeli tersebut sebagai agunan, maka akad jual beli tersebut batal, dari aspek bahwa barang yang dibeli tersebut berstatus tersandera bagi pembelinya.” (al-Marudi menukilnya di dalam kitab Al-Hawi al-Kabir).
Sementaraitu, jika konsumen wanprestasi (beberapa bulan tidak bayar cicilan) maka pihak bank akan menyita rumahnya. Pihak bank akan melelangnya, dan seluruh uang cicilan konsumen sebelumnya tidak dikembalikan karena dianggap uang sewa rumah. Kalaupun dikembalikan uang cicilan konsumen tidak sepenuhnya, karena dipotong untuk beragam biaya dan denda. Dengan demikian, ada unsur riba dan berdosa besar pula. KPR 100% Syariah harus TANPA SITA.
TANPA AKAD GANDA
Pihak bank juga memberlakukan akad ganda, yaitu akad sewa dan beli sekaligus seperti akad leasing sepeda motor dan mobil. Bila konsumen wanprestasi dalam mencicilnya maka rumah akan disita dan dijual oleh pihak bank.
Uang hasil penjualannya tidak dibayarkan kembali ke pihak konsumen karena uang tersebut dianggap sebagai uang sewa. Bila konsumen berhasil mencicil hingga lunas maka rumah menjadi milik konsumen sebagai hasil akad jual beli.
Akad ganda dilarang oleh Islam. Nabi Saw bersabda:
“Tidak sah ada dua akad dalam satu akad” (HR. Ahmad).
“Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan (akad)” (HR. Ibn Hibban).
“Rasulullah melarang melakukan dua penjualan dalam satu kali transaksi“ (HR Tirmidzi).
Karenanya, KPR 100% Syariah harus TANPA AKAD GANDA.
TANPA KEPEMILIKAN BELUM SEMPURNA
Baik Bank Syariah maupun Bank Konvensional pada umumnya memberlakukan uang muka (DP) sekitar 10-30%. Masalahnya, ketika konsumen membayar DP yang berarti akad jual belinya sudah terjadi secara sah, sementara pihak bank belum memiliki rumahnya. Dengan kata lain, konsumen membeli rumah kepada pihak bank yang belum sempurna dimilikinya. Hal ini melanggar ketentuan syariah, “Jangan engkau jual sesuatu yang bukan milikmu”. (HR. Abu Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Baihaqi).
KPR 100% Syariah harus TANPA KEPEMILIKAN BELUM SEMPURNA.
TANPA ASURANSI
Baik Bank Syariah maupun Bank Konvensional biasanya juga mensyaratkan konsumen harus mengasuransikan rumahnya. Asuransi tentu menjadi beban finasial bagi konsumen. Lebih dari itu, akad asuransi temasuk akad batil. Objek akadnya bukan berupa harta atau jasa, tapi resiko sehingga batil akadnya.
Selain itu, arsuransi juga mengandung gharar (ketidakjelasan) karena tidak jelas berapa uang setoran, sampai kapan, dan dapat atau tidak, sehingga juga mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti judi (maisir) dan riba (nasabah mendapat uang kompensasi lebih banyak daripada kumulasi uang preminya). KPR 100% Syariah harus TANPA ASURANSI.
Demikianlah gambaran singkat mengenai skema jual beli properti syariah. Selain tidak merugikan secara finansial dan syariah, akad transaksi properti syariah dalam praktiknya juga tidak ribet karena tanpa BI-checking dan birokrasi/administrasi yang bertele-tele dan memberatkan konsumen.
Sumber:
Buku Bisnis Property Syariah , ditulis oleh Bapak Hanjaeli